Pada tulisan ini saya akan menyampaikan apa saja yang saya dapatkan di mata kuliah gender dalam sastra semester v. Rasanya terlalu dini jika saya menulis ini karena saya belum menyelesaikan masa studi mata kuliah ini. Tapi semoga bermanfaat dan menambah wawasan kalian pada masalah gender.
1.
Feminisme
Menurut
saya feminisme adalah sebuah paham yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan
keadilan hak dengan pria. Jika dikaitkan, feminisme dekat dengan kesetaraan
gender, di mana kaum perempuan menuntut untuk bisa berpartisipasi dalam hal
pendidikan, karir, politik dan lain-lain. Orang yang memperjuangkan masalah feminisme disebut
feminis (kalau dalam bahasa inggris disebut feminist).
2. Budaya
Feminisme
berasal dari barat, jika mengacu pada literatur yang saya baca, awal
berkembangnya feminisme dari Amerika lalu menyebar ke Eropa dan seterusnya
sampai ke negara-negara lainnya. Jika mengacu pada pengamatan saya, paham ini
sebenarnya tidak benar-benar diterima oleh masyarakat non-edukatif, karena
mereka masih berpegang pada konsep feodal, di mana ruang lingkup perempuan dibatasi,
mereka hanya diperbolehkan mengurusi dapur, sumur dan kasur. Saya menyimpulkan
bahwa budaya menjadi penghalang berkembangnya feminisme, dengan aturan-aturan
tak tertulis namun sudah diberlakukan sejak lama, perempuan akan berada di mana
mereka tidak bisa melakukan apa yang dilakukan laki-laki saat ini.
3. Konsep seks
dan gender
Sedikit
yang saya tahu tentang dua hal ini (seks dan gender). Dua hal ini kadang
menjadi miskonsepsi di kalangan masyarakat awam. Konsep seks mengacu pada
struktur fisik dan biologis seorang individu yang membedakan laki-laki dan
perempuan, konsep seks tidak berkenaan dengan faktor eksternal atau struktur
sosial. Konsep gender adalah seperangkat peran, atribut, perilaku yang melekat
pada seorang individu di mana seorang individu telah dikonstruksikan oleh
keluarga dan masyarkat untuk menjadi laki-laki atau perempuan. Bentuk
konstruksi yang dilakukan bisa kita lihat bagaimana seorang individu diberikan
mainannya waktu kecil. Kalau anak perempuan diberikan boneka dan mainan
masak-masakan sedang anak laki-laki diberikan mobil-mobilan atau pistol mainan.
4. Perempuan tidak ingin dianggap sebagai objek seksualitas
Dianggap
tabu jika saya membicarakan ini dengan masyarakat yang masih konvensional, dan
tentunya dianggap sembrono. Seperti
yang pernah disinggung dalam film Perempuan
Berkalung Sorban, di mana ada sebuah
scene yang menampilkan seorang istri
(Anisa) yang menolak untuk ber-jima dengan suaminya, lalu sang suami
(Syamsudin) menerangkan bahwa istri yang menolak akan menerima azab menurut
dalilnya (hadist). Dari kasus di atas jelas saya lihat bahwa perempuan tidak
diperlakukan sebagai partner hidup si suami, melainkan sekadar objek seksual
saja. Perlu diketahui juga bahwa praktik perbudakan dan jual-beli perempuan
pernah terjadi di Yunani sejak lama, begitupun di Arab.
Jika kita
adalah kaum akademisi maka tidaklah kita menyikapi gender dengan perspektif
yang sempit, kajian ini tentu sangat bermanfaat bagi kita semua dalam menjalani
kehidupan dan menganggap perempuan bukan lagi sebuah objek, melainkan perempuan
memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki. Saya pribadi sangat setuju jika
laki-laki juga mengerjakan pekerjaan yang biasa dilakukan perempuan seperti
mencuci, memasak, membersihkan rumah serta merawat anak dan lain-lain. Tetapi
tetap saja laki-laki tidak bisa melahirkan dan menyusui anaknya, peran ini tak
tergantikan, dan hanya dimiliki perempuan yang memiliki kemampuan untuk
menyusui dan melahirkan anak. 4 poin ini masih dirasa kurang merefleksikan
bagaimana gender dalam sastra itu, tentu tidak bisa dijadikan patokan atau
tolak ukur, teman-teman akademisi bisa mencari refrensi tentang gender yang
lebih mendalam lagi dalam membahas gender.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar